Rabu, 2 September 2020

Mengadaptasi Pembelajaran Masa Depan, Sudah Siapkah Kita?

Pandemi Covid-19 memberikan dampak yang luar biasa bagi seluruh kehidupan manusia, termasuk bidang pendidikan. Semua komponen pendidikan, mulai dari metode pembelajaran, infrastruktur, guru, murid, orang tua, termasuk kurikulum, beradaptasi dan berubah menyesuaikan kondisi.

Pemerintah mengeluarkan kebijakan pembelajaran jarak jauh diterapkan secara nasional. Hal ini menjadi wajah baru pendidikan Indonesia, tidak hanya sebagai respons terhadap pandemi, bisa juga menjadi wajah pendidikan masa depan.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim mengatakan, metode pembelajaran jarak jauh bisa diterapkan permanen seusai pandemi Covid-19. Menurutnya, pemanfaatan teknologi dalam kegiatan belajar-mengajar akan menjadi hal yang mendasar dalam pendidikan masa depan.

Namun yang lebih penting, adalah bagaimana kesiapan sumber daya menghadapi perubahan tersebut, terutama kualitas guru yang konvensional dipaksa oleh keadaan untuk bertransformasi dengan cepat, juga masalah utama saat ini yaitu bagaimana guru menghadirkan kualitas pembelajaran yang efektif dan juga menyenangkan.

Langkah menuju pembelajaran masa depan

Jauh sebelum pandemi, yaitu pada 2014, World Innovation Summit for Education (WISE), komunitas internasional yang membahas transformasi pendidikan melalui inovasi,  melakukan survei terkait proyeksi rupa sebuah sekolah pada 2030. Sebanyak 93 persen ahli pendidikan yang disurvei mengatakan, mereka mendukung sekolah yang menerapkan metode inovatif berdasarkan pendekatan-pendekatan pengajaran baru dan proses kreatif.

Para ahli dari komunitas WISE tersebut memprediksi, sekolah akan berkembang menjadi jaringan belajar. Sumber daya dan teknologi akan mendukung jejaring yang saling terkoneksi, berdialog dan bertukar informasi, serta memfasilitasi gerakan menuju pembelajaran kolaboratif.

Menurut survei tersebut, 43 persen percaya bahwa konten pembelajaran akan didominasi oleh platform daring. Sementara hanya 29 persen responden berpendapat, sekolah tradisional adalah sumber utama pengetahuan.

Hasil survei tersebut memperkuat gambaran pembelajaran masa depan, yang pada pelaksanaannya mendapat percepatan dengan adanya pandemi.

Selaras dengan kurikulum 2013

Model pembelajaran masa depan ini juga selaras dengan kurikulum 2013 (K-13) yang diterapkan dalam sistem pendidikan Indonesia. K-13 mengamanatkan optimalisasi peran guru dalam melaksanakan pembelajaran abad 21 dan HOTS (Higher Order Thinking Skills),di mana guru didorong untuk terus berinovasi dan berkreasi terhadap pola pembelajarannya.

Pembelajaran abad 21 berfokus pada pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dalam proses pembelajaran yang bertujuan untuk mencapai kecakapan berpikir dan belajar siswa. Konsep ini juga mengubah pendekatan pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher-centered learning) menjadi berpusat pada siswa (student-centered learning).

Hal ini sesuai dengan tuntutan dunia masa depan di mana siswa harus memiliki keterampilan abad ke-21, di antaranya memecahkan masalah, berpikir kritis, kreatif, bekerja sama, dan komunikasi.

Kompetensi guru menjadi kunci

Agar pembelajaran masa depan bisa terlaksana dengan baik, dibutuhkan sumber daya yang berkompeten dalam kegiatan pembelajaran, terutama bagi guru yang menjadi ujung tombaknya. Guru harus memiliki keterampilan proses pembelajaran yang baik sehingga mampu memberikan pengalaman belajar yang bermakna dan menyenangkan sehingga siswa bisa menguasai keterampilan abad-21.

Dalam Uji Kompetensi Guru, sebuah penilaian untuk mengukur kompetensi dasar tentang bidang studi dan pedagogik guru di Indonesia, menunjukkan kompetensi guru Indonesia masih butuh banyak perbaikan.

Melihat hasil UKG tersebut, pemerintah meluncurkan Program Guru, Kepala Sekolah, dan Pengawas Sekolah Pembelajar pada 2016. Program yang dilaksanakan dalam dua moda, yaitu tatap muka dan daring ini, bertujuan mendorong guru untuk terus menerus belajar dan mengembangkan diri di setiap saat dan di mana pun.

Namun, tugas untuk memperbaiki kualitas pendidikan, termasuk kualitas guru tidak hanya tugas pemerintah semata. Hal ini membutuhkan keterlibatan semua pihak, termasuk organisasi kemasyarakatan dan swasta. Keterlibatan semua elemen didukung dengan prinsip kemitraan, diharapkan mampu menjawab tantangan pendidikan di Indonesia.

Dukungan Tanoto Foundation

Tanoto Foundation, organisasi filantropi keluarga independen yang didirikan oleh Sukanto Tanoto dan Tinah Bingei Tanoto pada tahun 1981, yang bergerak dalam pendidikan, sejak 2010 telah melakukan berbagai insiatif dalam menangani masalah pendidikan di Indonesia. Melalui program PINTAR (Pengembangan Inovasi untuk Kualitas Pembelajaran), saat ini kami telah bekerja sama dengan 20 kabupaten/kota di lima provinsi, yaitu Sumatra Utara, Riau, Jambi, Jawa Tengah, dan Kalimantan Timur.

Tiga fokus kegiatan kami dalam program ini adalah mendukung guru dan kepala sekolah dalam mengembangkan praktik baik pembelajaran serta manajemen dan kepemimpinan sekolah, meningkatkan kapasitas pemerintah daerah dalam menyebarluaskan praktik baik tersebut, dan memperkuat Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) untuk meningkatkan kualitas pendidikan calon guru dan guru dalam jabatan.

Praktik baik dalam pembelajaran yang dikembangkan dalam program tersebut juga mencakup konteks pembelajaran masa depan, di mana kami mendorong guru untuk memanfaatkan teknologi dalam proses pembalajaran yang inovatif, kreatif, dan menyenangkan bagi siswa.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Comments