blog,

Covid19

Kamis, 16 April 2020

Pengalaman Sehari Ikut Misi Tanoto Foundation untuk COVID-19

Pada hari Senin (13/4), Tanoto Foundation mengirim tim berisi tiga orang ke Shanghai, Tiongkok, untuk menjemput barang bantuan APD dan membawanya ke Indonesia dengan pesawat carter Boeing 777-300ER dari Garuda Indonesia. Yosea Kurnianto, yang melakukan perjalananan ini bersama Fembiarta Binar Putra dan Rezki Antika, menuliskan pengalamannya. Tulisan ini disalin dari blog Yosea yang bisa dibaca di sini.

Sudah beberapa bulan pandemi COVID-19 di Indonesia berjalan, saya selalu berpikir kira-kira apa yang bisa saya lakukan untuk membantu. Memang saya ikut mematuhi imbauan #dirumahaja sesuai arahan pemerintah dan perusahaan tempat saya bekerja. Namun, saya merasa mungkin ada hal lain yang juga bisa saya kerjakan. Kegelisahan ini akhirnya terjawab saat saya menerima telepon dari CEO saya untuk terlibat membantu dengan cara yang lain.

Satu sore di tengah minggu lalu, saya menerima telepon dari Global CEO Tanoto Foundation, Pak J. Satrijo Tanudjojo. Oya, untuk yang belum tahu, baru sekitar 5 bulan saya bergabung dengan Tanoto Foundation. Anyway, inti dari telepon tersebut adalah adanya kesempatan untuk menjadi relawan misi kemanusiaan yang dilakukan oleh Tanoto Foundation dan Royal Golden Eagle (RGE) Group, yakni menjemput pemenuhan bantuan berupa 1 juta masker, 1 juta sarung tangan, 100ribu alat pelindung diri, dan 3ribu kacamata pelindung langsung dari Shanghai dengan pesawat yang kita carter dari Garuda Indonesia.

Tidak pikir panjang, saya langsung jawab ‘Baik Pak, saya akan melaksanakan tugas ini.’ – dengan beberapa alasan pribadi:

  • Mengalami sendiri dan membantu menceritakan bagaimana Tanoto Foundation dan RGE Group memenuhi komitmen untuk membantu tenaga medis, mempercepat prosesnya, dan memastikan barang-barangnya terdistribusi dengan baik.
  • Saya memiliki resiko yang minimal – karena tinggal sendiri di Jakarta (tidak ada anggota keluarga) dan kondisi kesehatan yang cukup fit.
  • Kesempatan untuk saya kontribusi lebih dari #dirumahaja – dan sebagai selingan supaya saya tidak #dirumahaja

Senin, 13 April 2020 dini hari (pukul 00.10WIB) pesawat Garuda Indonesia Boeing 777-300 ER yang dicarter oleh Tanoto Foundation lepas landas dari Bandara Internasional Soekarno Hatta. Pesawat ini membawa saya dan 2 rekan saya bernama Fembi dan Rere, 8 relawan dari Garuda Indonesia, 4 pilot, dan sekitar 4 pramugara.

Video keberangkatan kami dapat disimak di sini:

Penerbangan menuju Pudong International Aiport di Shanghai memakan waktu 6 jam. Kami mendarat sekitar jam 6 pagi waktu Shanghai, dan segera mengenakan selengkap alat pelindung diri. Di sini, kami semua dilarang keluar dari pesawat, bahkan menginjakkan kaki selangkah di garbarata pun kami ditegur. Penjagaan dari mereka begitu ketat, tentu demi keselamatan kami semua.

Setelah melalui proses untuk urusan bea cukai (customs), barang-barang bantuan total 30 ton ini mulai masuk satu per satu. Sebagian masuk ke bagasi pesawat, dan sisanya di bangku-bangku penumpang dan bagasi kabin. Atas kerjasama semua relawan, semua barang berhasil masuk ke pesawat dan memakan waktu sekitar 3,5 jam proses pengangkutan.

Setelah selesai, tim relawan Garuda Indonesia memasang jaring dan tali-tali pengikat untuk memastikan kardus-kardus ini tidak bergerak saat penerbangan kembali ke Jakarta. Video proses pengangkutan barang bisa disimak di sini.

Pukul 11 siang waktu Shanghai kami meninggalkan bandara internasional Pudong. Tim relawan tampak kelelahan karena mengangkut dan menata barang-barang di kursi-kursi penumpang. Saya baru tahu kalau mereka adalah karyawan-karyawan muda Garuda Indonesia, beberapa management trainee, beberapa professional hire – dan ada juga ternyata yang dulu pernah bekerja di perusahaan yang sama dengan saya. Saya salut dengan kerendahan hati mereka untuk membantu misi kemanusiaan ini!

Sama halnya dengan captain pilot dan pramugara Garuda Indonesia, yang dengan totalitas memimpin penerbangan ini dan memastikan tim kami dan semua relawan mendapatkan pelayanan yang layak selama penerbangan. Ucapan terima kasih mungkin tidak cukup, tetapi semoga semuanya selalu diberi kesehatan dan dijauhkan dari resiko-resiko terkait pandemi ini.

Sekitar pukul 16.30 kami mendarat kembali di Jakarta. Sebelum kami dapat bertemu kembali dengan tim Tanoto Foundation, kami dikawal oleh tim Garuda Indonesia menuju posko Kementerian Kesehatan di terminal 3 untuk karantina kesehatan. Suhu tubuh dan denyut jantung kami diukur; kami juga mendapatkan test cepat (rapid test) COVID-19 melalui pengambilan darah. Syukur, hasil test saya menunjukkan negatif. Meski demikian, saya harus tetap melakukan karantina mandiri selama 14 hari ke depan. Video proses kami kembali ke Jakarta dapat ditengok di sini.

Kami keluar dari bandara dan bertemu kembali dengan tim Tanoto Foundation dan RGE Group. Beberapa pimpinan kami dengan rendah hati turut ke bandara untuk memastikan barang-barang bantuan dikelola dengan baik untuk dapat segera disalurkan, salah satunya melalui Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).

Perjalanan ini mungkin hanya 2 kali 6 jam, ditambah sekitar 3.5 jam proses mengangkut barang di bandara internasional Pudong Shanghai. Namun, pelajaran yang saya dapatkan akan bermanfaat untuk seumur hidup.

Apa saja poin-poin yang saya pelajari dari misi kemanusiaan ini?

1. Kepemimpinan yang humanis

Menjadi bagian dari sebuah organisasi dan perusahaan yang peduli terhadap kemanusiaan merupakan sebuah kehormatan tersendiri buat saya. Melihat bagaimana para pimpinan turun langsung untuk memastikan proses berjalan dengan baik untuk kebaikan yang lebih luas, menjadi inspirasi tak ternilai. Saya mendapat contoh bagaimana kepemimpinan yang humanis dan peduli, dari tempat saya bekerja saat ini.

2. Mengambil Peran dari berbagai sisi untuk kebaikan dan kemanusiaan

Secara pribadi, juga organisasi dan perusahaan tempat saya bekerja, mungkin tidak memiliki kemampuan terkait langsung dengan kesehatan dan pandemi. Justru dalam satu dan dua hal, kita mendapat dampak cukup serius dari kondisi ini. Tetapi kita selalu punya kesempatan untuk membantu dengan apa yang kita miliki dan bisa lakukan. Dalam hal ini, Tanoto Foundation dan RGE Group mengambil peran cukup penting untuk menyediakan alat-alat pelindung diri untuk tenaga medis. Dan saya, cukup beruntung bisa mengambil peran kecil dari proses ini.

3. “Share the burden” atau berbagi beban dalam kondisi yang sulit

Sebelumnya, saya pernah menjadi bagian dari management dan mengalami sendiri betapa sulitnya mengkomunikasikan hal-hal yang kurang nyaman untuk anggota tim kita. Kali ini saya menjadi bagian dari tim, saya belajar bagaimana frasa ‘share the burden’ atau berbagi beban ini sangat membantu membangun pemahaman untuk tetap bekerjasama di masa yang sulit. CEO saya mengkomunikasikan bagaimana kita bisa ‘share the burden’ dalam kondisi seperti saat ini; dimana perusahaan juga sudah berkomitmen untuk ‘share the joy’ melalui skema bonus dan sebagainya. Frasa ini sangat dalam maknanya buat saya dan akan tertanam dalam pola pikir saya untuk waktu yang akan datang.

Terima kasih untuk Tanoto Foundation dan RGE Group yang memberi kesempatan saya terlibat dalam misi kemanusiaan kali ini. Terima kasih juga untuk Garuda Indonesia dan semua pihak yang telah membantu setiap proses yang berlangsung. Video ringkasan perjalanan kami dapat dilihat di sini.

Perjalanan ini juga menggambarkan betapa kerasnya para tenaga kesehatan dan relawan kemanusiaan lain yang saat ini bekerja di garda terdepan. Saya haturkan rasa hormat yang setulusnya dan berdoa semoga pandemi segera berakhir. Stay safe, everyone!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

AUTHOR

Tanoto Foundation