Kamis, 3 Januari 2019

Menebar Inspirasi Literasi di Sekolah Pedesaan

Daerah pedesaan di Indonesia selama ini identik dengan ketertinggalan, baik di bidang ekonomi maupun literasi. Namun, tidak demikian dengan murid-murid di SDN 173 Tanjung Benanak, Tanjung Jabung Barat, Jambi.

Meskipun sekolah ini terletak di perkampungan transmigrasi SP3, sebuah daerah perkebunan kelapa sawit, tapi murid-murid di sekolah tersebut ternyata memiliki minat baca dan kemampuan literasi yang mumpuni.

Salah satunya adalah Mayla Arista Widya, murid kelas 6 di sekolah tersebut. Setiap bulan, Mayla mengaku membaca setidaknya delapan buku cerita fiksi seperti novel dan komik. Bila ditambah dengan buku pelajaran, jumlahnya tentu lebih banyak.

Kemampuan literasi Mayla dan teman-temannya di SDN 173 Tanjung Benanak tidak berhenti pada kegemaran membaca. Mayla dan teman-temannya sudah terbiasa menulis laporan dalam bentuk tutorial dan gambar poster.

Untuk ukuran murid sekolah dasar, hal ini merupakan sebuah pencapaian luar biasa. Ternyata kemampuan literasi murid-murid yang bagus tidak diperoleh dengan cara instan.

Menurut Mutia Lafrida, Kepala SDN 173 Tanjung Benanak, diperlukan waktu sekitar tiga tahun untuk mengasah kemampuan literasi murid-muridnya. Mutia bercerita awal perjuangannya meningkatkan literasi dimulai pada 2012.

“Awalnya kami dilatih dan didampingi Tanoto Foundation agar anak-anak senang membaca buku kesukaannya. Setelah tiga tahun saya melihat mulai ada perkembangan. Saat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mencanangkan kegiatan membaca buku 15 menit setiap hari, murid-murid kami sudah terbiasa melakukannya,” kata Mutia.

Setelah minat baca siswa meningkat, Mutia mulai fokus untuk melatih murid SDN 173 Tanjung Benanak memahami isi buku bacaan. Semua dilakukan dengan cara menyenangkan. Misalnya menggunakan permainan dadu wartawan yang berisi pertanyaan 5W+ 1H (What, who, where, when, why, dan how).

Caranya adalah meminta murid melemparkan dadu yang berisi enam pertanyaan tersebut setelah membaca buku. Pertanyaan yang muncul harus dijawab oleh si pelempar atau orang yang ditunjuk si pelempar. Cara menyenangkan untuk memahami bacaan.

Untuk memperkaya bahan bacaan, Mutia memperkenalkan sistem buku bergulir. Ia mewajibkan setiap siswa memiliki satu buku cerita. Setelah siswa membaca bukunya sendiri, kemudian digulirkan kepada teman sekelas. Jika jumlah siswa 28 orang maka masing-masing siswa akan membaca 28 buku. Jika dalam satu kelas sudah membaca semua buku, selanjutnya buku digulirkan ke kelas yang lain, begitu seterusnya.

Peningkatan literasi adalah bagian dari kampanye program PINTAR, atau Pengembangan Inovasi Kualitas Pembelajaran inisiatif dari Tanoto Foundation.  Melalui program ini, Tanoto Foundation fokus pada tiga pendekatan yaitu membangun praktik-praktik baik pembelajaran, manajemen dan kepemimpinan sekolah, dan mendukung pemerintah dalam menyebarluaskan program PINTAR ke sekolah-sekolah di Indonesia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Comments