Jumat, 23 April 2021

Selalu SIGAP Episode #1: Tiga Hal Yang Harus Diketahui Setiap Orang Sebelum Mengikat Janji Pernikahan

Jadi kamu merasa sudah menemukan belahan jiwamu dan mau menghabiskan sisa hidupmu dengan dia? Tunggu dulu dan pikirkan sejenak karena kehidupan rumah tangga memerlukan kerja keras. 

Pernikahan adalah proses yang berkelanjutan dalam memadukan dua pemikiran dan pribadi yang berbeda menjadi satu. Pernikahan memaksa kamu untuk berubah, beradaptasi dan mentolerir berbagai hal. Namun, pernikahan juga menyenangkan ketika kamu bisa melewati berbagai tantangan bersama sebagai pasangan. 

Di episode pertama Selalu SIGAP, pembawa acara kami Anastasia Pradhita bertanya kepada Anna Surti Ariani, dikenal sebagai Nina, Ketua Ikatan Psikolog Klinis Wilayah Jakarta, dan Widodo Suhartoyo, Senior Advisor Program Pengembangan dan Pendidikan Anak Usia Dini di Tanoto Foundation, mengenai hal-hal apa saja yang perlu dipersiapkan setiap pasangan sebelum melangkah ke jenjang selanjutnya. 

Episode ini membahas:

a. Usia yang tepat untuk menikah
b.
Tiga aspek yang harus dipersiapkan sebelum menikah
c. Pentingnya manajemen konflik dalam suatu hubungan

Tahun lalu, kita melihat lebih banyak masyarakat Indonesia yang menikah di usia muda. Direktorat Jenderal Pengadilan Agama mencatat 34.000 permohonan dispensasi usia pernikahan (di bawah 19 tahun) pada Januari hingga Juni 2020, dari total 23.700 permohonan pada 2019. 

Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) sendiri merekomendasikan usia ideal untuk menikah, yakni  21 tahun bagi perempuan dan 25 tahun bagi laki-laki.

Namun terlepas dari usia, narasumber kami mencantumkan tiga hal utama yang perlu dipertimbangkan sebelum menikah.

Kedewasaan Emosional

Pernikahan itu kompleks, oleh karena itu dibutuhkan kestabilan atau pengendalian emosi.

“Kalau kamu masih sering galau, stres atau emosional, lebih baik jangan menikah dulu,” kata Nina.

Ada banyak hal yang bisa memicu konflik dalam pernikahan, mulai dari masalah besar, seperti perbedaan nilai atau pola asuh, hingga masalah sepele, seperti pekerjaan rumah tangga. Jadi, mereka yang akan menikah perlu menyadari bahwa dirinya adalah dua individu yang berbeda.

Jika mereka tidak menyadari perbedaan tersebut dan tidak dapat mengatur emosi mereka dengan baik, maka hal itu akan menimbulkan pertengkaran.

“Sungguh melelahkan berada dalam pernikahan yang terus menerus mengalami konflik,” kata Nina.

Salah satu cara untuk memiliki kematangan emosi adalah dengan menerima pasangan kita apa adanya.

“Pasangan harus bisa beradaptasi, toleransi, dan kompromi,” kata Widodo.

Widodo menyarankan pasangan membuat semacam “kontrak” sosial sebelum menikah, yang menjelaskan tanggung jawab bersama agar dapat menyelesaikan permasalahan yang mungkin terjadi di masa depan.

Kematangan Sosial

“Ada tiga magic words yang seringkali sulit untuk kita ucapkan, ‘maaf, tolong dan terima kasih’,” kata Widodo.

Tapi sebenarnya tiga magic words ini adalah bagian dari kematangan sosial kita sebagai orang dewasa.

Kematangan sosial memberi kita kemampuan untuk membentuk hubungan yang baik dengan pasangan kita dan orang lain, dan hal ini memengaruhi setiap aspek kehidupan kita.

Dengan memiliki kematangan sosial, kita dapat melihat pasangan kita dengan lebih baik.

“Sekali lagi perlu kita sadari bahwa pasangan merupakan pribadi yang berbeda dengan kita, pasti ada alasan di balik perilakunya,” kata Widodo.

Terkait hubungan sosial kita, Nina mengatakan bahwa hubungan yang baik dengan orang lain juga akan membawa manfaat karena menciptakan support system yang baik, dan dapat membantu mendukung penyelesaian konflik. Kematangan sosial juga membantu kita untuk menentukan kapan kita harus dan tidak harus menceritakan masalah kita kepada support system kita.

Keterampilan hidup

Jika kamu tidak tahu cara mencuci piring atau memasak, maka kamu belum siap untuk menikah.

Keterampilan hidup pada dasarnya adalah tugas sederhana yang dapat dilakukan oleh siapa saja, apa pun jenis kelaminnya. Widodo mengatakan, sebagian besar pertengkaran dalam pernikahan dipicu oleh pekerjaan rumah tangga seperti ini, oleh karena itu seseorang perlu menguasai keterampilan hidup ini sebelum menikah.

“Jika tidak dipersiapkan dengan baik, masalah kecil ini bisa menimbulkan pertengkaran bahkan perceraian,” ujarnya.

Selain ketiga aspek di atas, kedua pembicara menekankan bahwa komunikasi dalam pernikahan merupakan kunci untuk menyelesaikan masalah dan memahami pasangan.

“Sudah pasti komunikasi yang baik itu penting dalam pernikahan,” kata Widodo.

Pasangan dapat mencoba meningkatkan keterampilan komunikasi mereka saat mereka berpacaran dengan banyak berdiskusi dan memecahkan masalah bersama.

“Sering bertengkar saat pacaran bukan pertanda buruk. Jika bisa mengelola konflik dengan baik, itu bisa membantu membangun pernikahan yang sehat, ”kata Nina.

Namun yang terpenting, sebelum mengatakan “Saya bersedia”, pasangan harus menetapkan tujuan pernikahan bersama. “Mereka harus berpikir bahwa menikah untuk membentuk keluarga yang berkualitas, bukan untuk bercerai,” kata Widodo.

Selalu SIGAP merupakan  program bincang-bincang santai yang membahas berbagai topik mengenai pengembangan dan pendidikan anak usia dini di Indonesia. Program ini diselenggarakan oleh Tanoto Foundation, organisasi filantropi keluarga independen yang didirikan oleh Sukanto Tanoto dan Tinah Bingei Tanoto pada tahun 1981.

Cari tahu lebih lanjut http://bit.ly/CariTahuKesiapanmuSebelumMenikah

Dengarkan di Spotify!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

For security, use of Google's reCAPTCHA service is required which is subject to the Google Privacy Policy and Terms of Use.