Kamis, 14 November 2019

Menengok Ide Para Pemenang Ideas4Action

Pemenang kompetisi Ideas4Action yang diselenggarakan oleh Tanoto Foundation bekerja sama dengan The Wharton School, Zicklin Center for Business Ethics Research dan World Bank Group telah diumumkan. Ide-ide apa saja yang mengantar mereka menjadi pemenang? Yuk simak di artikel ini.

Dua pemenang utama kompetisi Ideas4Action adalah tim eLarvae dari Institut Teknologi Bandung (ITB) dan tim WEHELP Online Consultant App dari Universitas Hasanudin (Unhas) Makassar. Sementara tim Starch-AP dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, tim TopengKu dari ITB Bandung dan tim AFR101 dari Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda semuanya berhak menempati posisi runner up.

Tim eLarvae dan tim WEHELP berhak untuk mendapatkan mentoring dari The Wharton School dan dua orang dari masing-masing tim akan berangkat ke The Wharton School, Pennsylvania, Amerika Serikat, pada Februari 2020.

Berikut adalah proposal yang membawa mereka memenangi kompetisi ini.

  1. Tim eLarvae

Tim dari ITB Bandung ini mencoba mengatasi persoalan sampah organik (sampah hijau dan sisa-sisa makanan)  yang dihasilkan oleh manusia, di mana sampah organik mencapai proposi 44% dari total sampah secara global. Dengan memanfaatkan larva lalat hitam atau black soldier fly larvae (BSFL), tim ini ingin mengomposkan sampah organik tersebut dengan murah dan cepat.

Memanfaatkan teknologi informasi terkini, tim eLarvae mengembangkan aplikasi TAKTELAT yang dapat digunakan untuk menjual sampah organik, untuk membeli BSFL dan membeli atau menjual pupuk kompos yang dihasilkan. Dengan demikian, para pihak yang berkepentingan bisa terhubung dalam sebuah platform online.

  1. WEHELP Online Consultant

Merasa prihatin dengan masih maraknya kekerasan terhadap perempuan dan anak-anak, khususnya yang terjadi di wilayah Makassar, Sulawesi Selatan, tim WEHELP dari Unhas ingin mengembangkan sebuah aplikasi untuk melakukan konsultasi hukum dan psikologi secara online.

Selain manfaat secara langsung agar para korban berani untuk angkat bicara mengenai kekerasan yang mereka alami serta langsung mendapat bantuan, aplikasi WEHELP ini juga diharapkan bisa meningkatkan awareness publik mengenai masih maraknya kekerasan terhadap perempuan dan anak-anak sehingga mereka juga bisa membantu dengan caranya sendiri.

  1. StarchAP

Tim asal UGM Yogyakarta ini ingin mengubah limbah pengolahan tepung sagu menjadi panel akustik untuk mengurangi polusi suara. Limbah pengolahan tepung sagu bisa mencapai 95% dari keseluruhan produk serta menghasilkan bau yang sangat tidak enak. Kebanyakan, limbah pengolahan tersebut dibuang ke sungai, sehingga menimbulkan masalah polusi dan kesehatan seperti ancaman malaria.

Tim StarchAP mendampingi komunitas dari Desa Daleman, Klaten, Jawa Tengah, untuk mengubah limbah pengolahan tersebut menjadi panel akustik berukuran 50 x 50 x 1 cm yang memiliki kemampuan peredaman lebih baik ketimbang wool board, kayu pinus, papan fiber, glasswool dan rockwool. Selain itu, harganya juga sangat murah, hanya sekitar $1,75 (Rp24.570 dengan kurs Rp14.040).

  1. TopengKu

Data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), sepanjang tahun 2013-2018 sebanyak tiga juta hektar hutan telah terbakar; mayoritas hutan di Sumatera dan Kalimantan. Sekitar 45 juta orang Indonesia yang berada di dekat lokasi kebakaran hutan mengalami infeksi saluran pernapasan karenanya.

Tim TopengKu dari ITB Bandung mencatat bahwa kasus infeksi pernapasan yang menyebabkan kematian disebabkan oleh keberadaan partikel berbahaya seperti kalsium oksida (CaO) yang menyusun sekitar 52% komponen dalam smog (kabut asap). Tim ini kemudian mengembangkan masker udara yang mengandung lidah buaya (aloe vera) karena bisa menyerap  ion kalsium (Ca) serta partikel abu lainnya. Lidah buaya dipilih karena harganya yang murah dan mudah untuk mendapatkannya.

  1. AFR101

Hutan di Indonesia sangat terancam oleh berbagai masalah, seperti kebakaran, illegal logging, polusi, badai pasir, penyakit, spesies invasif, dan berbagai akibat dari perubahan iklim. Hal-hal tersebut sangat memengaruhi kemampuan hutan sebagai penyokong lingkungan.

Tim AFR101 dari Universitas Mulawarman Samarinda mengusulkan ide Autonomous Forest Ranger 101 yang terinspirasi dari kerja yang dilakukan oleh Restorasi Ekosistem Riau (RER), yakni menggunakan sistem unmanned aerial vehicle (UAV) alias drone yang dikembangkan oleh Dronecoria. Sistem AFR101 ini bisa mendeteksi illegal logging dan titik api serta bisa jadi pemadam api juga.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Comments