Intoleransi Merdeka Belajar
TANOTO Foundation bekerja sama dengan Kemendikbud-Ristek, Kementerian Agama dan Media Indonesia resmi meluncurkan buku karya para guru yang berisikan praktik baik toleransi di sekolah. Buku berjudul ‘Intoleransi, Merdeka Belajar, dan Pembelajaran Berbasis Digital’ merupakan hasil dari pelatihan jurnalistik Media Indonesia dengan guru-guru.
Direktur Utama Media Indonesia Gaudensius Suhardi mengatakan bahwa intoleransi ibarat nila setitik yang daya rusaknya mampu merusak susu sebelanga. Nilai intoleransi itu ada dan terus ada di sekolah. Akan tetapi nilai itu lama-kelamaan hilang tatkala susunya terus ditambahkan dalam belanga. Lantas, kebalikan toleransi di sekolah yang mesti diproduksi dan diaplikasi sehingga menguasai ruang publik. Perlu kiranya diikhtiarkan agar ruang publik itu dikuasai oleh informasi kebaikan toleransi. Toleransi di sekolah hendaknya diaplikasi tanpa batas di ruang publik.
Hal senada juga disampaikan oleh Direktur Guru dan Tenaga Kependidikan Madrasah Kemenag Muhammad Zain bahwa madrasah adalah tempat bersemayamnya praktik baik toleransi, harmonis serta pikiran-pikiran terbuka dan moderat. Setiap guru sejatinya menyuarakan spirit kemajemukan bahwa Indonesia yang majemuk adalah sunnatullah, takdir Tuhan. “Indonesia adalah Bhineka Tunggal Ika. Kita bisa hidup berdampingan dan merajut kebersamaan dalam keragaman,” kata Zain.
Direktur Pendidikan Dasar, Tanoto Foundation Margaretha Ari Widowati mengapresiasi kepada semua pihak yang telah berkontribusi menghadirkan buku tersebut. Kemendikbudristek, Kemenag, Media Indonesia dan Tanoto Foundation ternyata memiliki misi yang sama untuk menyebarluaskan praktik-praktik baik toleransi. Menurut Ari, sekolah dirancang bagi anak-anak untuk mengembangkan aspek intelektual dan sosial. Sekolah juga membimbing siswa baik bidang kognitif, afektif dan psikomotorik.
Link buku:
https://www.tanotofoundation.org/id/intolerasi-merdeka-belajar-dan-pembelajaran-berbasis-digital/
Artikel lengkap dapat dilihat di
Tinggalkan Balasan