Jumat, 17 November 2017

Bagaimana Kontribusi Filantropi Dapat Membantu Sistem Pendidikan di Indonesia

Hampir dua pertiga siswa Indonesia berada di bawah level minimum di bidang matematika dalam ujian OECD PISA, dan 55% berada di bawah level minimum dalam kemampuan membaca.

Bagaimana mereformasi sistem pendidikan yang sangat besar -dengan total 50 juta siswa yang  merupakan terbesar keempat di dunia-  menjadi pokok sebuah laporan baru dari Asia Philanthropy Circle, yang didukung oleh Tanoto Foundation.

Dalam laporan yang berjudul, Catalysing Productive Livelihood dirancang menjadi panduan bagi para filantropis yang ingin membuat perubahan dalam sistem pendidikan.

Indonesia mengalami kemajuan yang signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Sebanyak 97% anak-anak berusia 6-12 tahun di sekolah dasar, dan pendaftaran untuk sekolah menengah meningkat dari 64% di tahun 2003 menjadi 78% di tahun 2016.

Namun, tantangan tetap ada. Ada lebih dari 10 juta anak berusia 15-24 tahun yang tidak bekerja, akibatnya negara akan menghadapi kekurangan 9 juta pekerja terampil pada tahun 2030. Mengatasi kesenjangan keterampilan ini menjadi sangat penting jika negara ingin mencapai target pertumbuhan tahun sebesar7%.

Apa yang bisa dilakukan? Laporan tersebut menyoroti empat bidang yang memiliki potensi signifikan bagi para filantropis untuk menciptakan dampak transformatif:

  1. Kualitas guru. Penelitian menunjukkan bahwa kenaikan 10% kualitas guru bisa berdampak pada 1,7% kenaikan nilai tes siswa, namun profesi guru menghadapi tantangan dengan gaji rendah dan pandangan sebagai profesi yang rendah. Pelatihan dan dukungan untuk guru, seperti program Pelita Guru Mandiri Tanoto Foundation, dapat membantu meringankan tantangan ini.
  2. Kepemimpinan dan tata kelola sekolah. Banyak kepala sekolah direkrut dari luar sistem pendidikan dan butuh bantuan untuk dapat peningkatan kemampuan, selain itu keterlibatan dengan komite sekolah bisa menjadi kurang bersemangat. Laporan tersebut menyebutkan, memberikan bantuan dan pelatihan kepada sekolah dan kepala sekolah dapat memaksimalkan potensi yang luar biasa. Siswa yang berada di sekolah-sekolah dengan kepala sekolah yang berprestasi, memiliki prestasi 22% lebih baik di banding dengan sekolah dengan rata-rata.
  3. Pendidikan kejuruan. Indonesia menghadapi kekurangan pekerja terampil, namun banyak siswa yang menghindar dari pelatihan kejuruan, karena ketidakpastian mengenai kesempatan kerja dan kurangnya prestise. Memperkuat pelatihan kejuruan, dengan bekerja sama dengan industri untuk mengembangkan kurikulum, menawarkan potensi yang sangat besar.
  4. Pendidikan anak usia dini. Anak-anak Indonesia yang mengikuti pendidikan anak usia dini mendapatkan nilai 10 poin lebih baik dalam tes daripada anak-anak tidak mendapatkan pendidikan di usia dini. Kurangnya kesadaran orang tua akan manfaat pendidikan usia dini, serta biaya yang relatif tinggi, membuat anak usia dini banyak yang tidak merasakan pendidikan. Program Pendidikan Anak Usia Dini Tanoto Foundation, yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas pusat pendidikan anak usia dini, dapat membantu meningkatkan baik kualitas dan aksesibilitas pendidikan anak usia dini.

Untuk membaca laporan lengkap kunjungi Asia Philanthropy Circle.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Comments