Rabu, 23 April 2025

Gabungkan Teknologi dan Pendekatan Manusia, Tanoto Foundation Paparkan Strategi Efektif Pelatihan Guru di Konferensi Internasional CIES 2025, Chicago

Para guru belajar melalui perangkat elektronik laptop – Dok. Tanoto Foundation

Di tengah upaya global untuk meningkatkan kualitas pendidikan, tantangan dalam pengembangan profesional guru tetap menjadi isu krusial, terutama di negara berkembang seperti Indonesia. Sebagai negara kepulauan dengan ribuan sekolah yang tersebar di wilayah-wilayah terpencil, Indonesia menghadapi hambatan besar dalam memastikan pelatihan guru yang merata, berkualitas, dan berkelanjutan. Keterbatasan akses terhadap pelatihan konvensional, kurangnya fasilitator yang terampil, serta biaya operasional yang tinggi menjadikan transformasi digital sebagai salah satu solusi potensial.

Menanggapi tantangan tersebut, Tanoto Foundation, organisasi filantropi independen di bidang pendidikan yang didirikan oleh Sukanto Tanoto dan Tinah Bingei Tanoto pada tahun 1981, menggagas sebuah studi berjudul The Effectiveness of Different Modalities of Digital-based Teacher Training Program in Indonesia. Studi ini menguji efektivitas berbagai pendekatan dan metode pelatihan guru berbasis digital (daring), serta memberikan bukti empiris mengenai bagaimana teknologi dapat dimanfaatkan secara strategis untuk memperluas dampak pelatihan guru, terutama di daerah dengan keterbatasan infrastruktur pendidikan.

Pada bulan Maret lalu, studi ini terpilih untuk dipaparkan dalam konferensi pendidikan internasional Comparative and International Education Society (CIES) 2025 di Chicago, Amerika Serikat. Forum ini sendiri adalah sebuah forum diskusi yang menghimpun para peneliti dan praktisi pendidikan dari seluruh dunia.

Studi yang ditulis oleh Head of Monitoring, Learning, and Evaluation Tanoto Foundation, Murni Leo, Education Specialist Lead, Golda Eva Simatupang, dan Digital Assets Specialist, Alexander Haratua ini dipresentasikan langsung oleh Murni Leo dan Golda Simatupang dalam sesi “Global Tech Sparks: Pioneering Teacher Development Across Borders”.

Studi ini bertolak dari tantangan nyata yang dihadapi dalam pelatihan guru di negara kepulauan seperti Indonesia, khususnya terkait akses, kualitas fasilitator, dan keberlanjutan pelatihan. Golda, yang saat itu merupakan pengembang program pelatihan guru Tanoto Foundation, menemukan bahwa, pendekatan pengembangan profesional guru harus mempertimbangkan keragaman konteks wilayah dan tantangan yang dihadapi di lapangan. Pendekatan seragam (one size fits all) justru berisiko mengabaikan kebutuhan nyata di daerah. Oleh karena itu, diferensiasi strategi pelatihan menjadi kunci agar kebijakan dapat diimplementasikan secara adaptif dan berdampak di berbagai kondisi lokal

Berdasarkan hal tersebut, Tanoto Foundation kemudian mengembangkan dan mengimplementasikan empat pendekatan pelatihan guru berbasis digital yang berbeda, yaitu:

•  pelatihan sepenuhnya mandiri melalui platform online (atau Massive Open Online Courses /MOOCs).
•  pelatihan mandiri yang dilengkapi dengan satu kali sesi pendampingan lewat telekonferensi
•  pelatihan mandiri yang ditambah dengan satu kali pertemuan tatap muka dalam kelompok kerja guru di komunitas
•  Dan pelatihan yang lebih terstruktur melalui platform digital, dengan pendampingan intensif dari fasilitator terlatih.

Guru belajar melalui perangkat elektronik laptop – Dok. Tanoto Foundation

“Fokus empat pendekatan pelatihan ini adalah pada peningkatan kapasitas guru dalam menerapkan metode pembelajaran aktif di ruang kelas, sesuai dengan standar kompetensi guru yang ditetapkan dalam Program PINTAR Tanoto Foundation (sebuah program yang bertujuan meningkatkan literasi dan numerasi siswa Indonesia lewat pengembangan kapasitas pendidik, sistem dan kebijakan pendidikan, serta pendidikan guru),” sebut Golda.

Untuk menghimpun berbagai bukti dan pembelajaran dari program ini, Murni sebagai Head of Monitoring, Learning, and Evaluation Tanoto Foundation menganalisis sekitar 17.000 data pelatihan yang dihimpun dari lebih dari 30 kabupaten/kota di Indonesia selama periode 2021 hingga 2023. Data yang digunakan mencakup hasil kuis dalam aplikasi, analitik pengguna di LMS, survei online, serta catatan administratif pelatihan.

Melalui analisis deskriptif, tim peneliti membandingkan sejumlah aspek penting dari keempat pendekatan pelatihan tersebut, antara lain tingkat penyelesaian pelatihan, tingkat penyerapan materi, perilaku pengguna, motivasi belajar, strategi pelaksanaan di lapangan, hingga efisiensi biaya pelatihan.

“Salah satu temuan utama dari penelitian ini adalah pelatihan guru berbasis digital dapat menjadi alat yang efektif dan efisien dalam menyebarkan pengetahuan secara luas, terutama di wilayah dengan keterbatasan akses,” sebut Murni.

“Namun, interaksi antara manusia tetap memegang peranan penting, khususnya di tahap awal pelatihan, untuk membangun komitmen belajar dan meningkatkan pemahaman peserta terhadap materi. Dengan kata lain, kombinasi antara teknologi dan kehadiran manusia terbukti menjadi pendekatan yang paling menjanjikan dalam meningkatkan kualitas pelatihan guru secara masif,” sambung Murni.

Penelitian ini juga menyoroti pentingnya fleksibilitas dalam desain pelatihan. Platform digital memungkinkan guru belajar secara mandiri dan sesuai ritme masing-masing, tanpa harus meninggalkan tugas mengajar atau berpindah tempat. Hal ini menjadi peluang besar bagi pengembangan profesional guru di masa depan, khususnya untuk konteks negara berkembang dengan hambatan geografis yang serupa.

Meskipun penggunaan teknologi dalam pelatihan guru masih relatif baru dan dihadapkan pada tantangan seperti rendahnya kepercayaan diri guru terhadap kemampuan digital serta keterbatasan unsur praktik dan pendampingan, hasil penelitian menunjukkan bahwa pendekatan ini dapat secara signifikan meningkatkan persepsi dan keterampilan digital guru.

Sebelum diperkenalkan pada Learning Management System (LMS), seluruh responden menilai kemampuan digital mereka dalam kategori rendah. Setelah menggunakan LMS selama satu bulan, jumlah responden yang menilai dirinya masih dalam kategori kemampuan rendah menurun menjadi 32%. Sebanyak 43% responden menilai kemampuan mereka memadai, dan 25% lainnya menilai diri mereka memiliki kemampuan baik.

“Studi ini memberikan pertimbangan praktis bagi para pembuat kebijakan dan praktisi di Indonesia serta negara-negara lain yang menghadapi tantangan serupa, dengan menekankan pentingnya strategi yang beragam dan disesuaikan dengan konteks, serta investasi pada struktur dukungan lokal seperti komunitas guru untuk menyukseskan transformasi digital dalam pendidikan guru,” tutup Murni.

Asyia Kazmi, Policy Lead di Gates Foundation, yang turut hadir dalam sesi presentasi Tanoto Foundation di CIES, menyampaikan apresiasinya terhadap pendekatan yang ditawarkan. Ia menyoroti bagaimana Tanoto Foundation tidak hanya merancang program di atas kertas, tetapi juga secara serius mempertimbangkan implementasi di lapangan serta pentingnya konteks lokal dalam pelaksanaan pelatihan guru.

Golda mengungkapkan sebuah kebanggaan tersendiri bagi Tanoto Foundation hasil riset tersebut dapat terpilih dari banyaknya peserta lintas negara. “Pengakuan di komunitas akademisi internasional ini menjadi motivasi bagi kami di Tanoto Foundation untuk dapat terus menciptakan program berbasis data dan berdampak bagi ekosistem pendidikan Indonesia,” sambung Golda.

Pengakuan atas studi ini memperlihatkan pentingnya inovasi berbasis konteks dalam menghadapi tantangan pendidikan global. Tanoto Foundation sendiri yang berfokus pada peningkatan sumber daya manusia melalui pendidikan dan kesehatan berkomitmen untuk mendukung pengembangan solusi berbasis bukti di berbagai lini Pendidikan. Temuan dari studi ini diharapkan dapat memperkaya diskusi global tentang masa depan pengembangan profesional guru, sekaligus membuka peluang kolaborasi yang lebih luas dalam membangun sistem pendidikan yang lebih adaptif dan inklusif.

Comparative and International Education Society (CIES) sendiri merupakan organisasi akademik internasional yang didirikan pada tahun 1956. Berbasis di Amerika Serikat, CIES memfokuskan kegiatannya pada kajian dan praktik pendidikan komparatif dan internasional. Setiap tahun, CIES menggelar konferensi tahunan yang mempertemukan lebih dari dua ribu peneliti, pembuat kebijakan, dan praktisi dari berbagai negara untuk mendiskusikan temuan riset dan tren terkini di dunia pendidikan.

***

Tentang Tanoto Foundation

Di Tanoto Foundation, kami mengembangkan potensi manusia, membantu masyarakat berkembang, dan menciptakan dampak yang berkelanjutan. Didirikan pada tahun 1981 oleh Sukanto Tanoto dan Tinah Bingei Tanoto, Tanoto Foundation merupakan organisasi filantropi keluarga yang independen, yang percaya bahwa setiap orang memiliki kesempatan untuk mewujudkan potensinya secara penuh. Tanoto Foundation mendorong perubahan sistem dalam bidang pendidikan dan kesehatan. Kami bekerja dengan berorientasi pada dampak, mengedepankan kolaborasi, dan berbasis data. Kami berinvestasi untuk jangka panjang dan pengembangan pemimpin masa depan, yang berdampak serta berkelanjutan. Informasi lebih lanjut:

www.tanotofoundation.org/id/ 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

For security, use of Google's reCAPTCHA service is required which is subject to the Google Privacy Policy and Terms of Use.